TERBARU

Selasa, 13 September 2016

Umat Islam adalah Ummatan Wastha


UMAT ISLAM ADALAH UMMATAN WASTHA (Umat yang Pertengahan)

Allah SWT berfirman;

“Dan demikian, Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. al-Baqarah (2): 143)

Umat Islam adalah ummatan wasathan  umat pertengahan dengan sebagal makna wasath, baik yang berarti bagus dan utama, maupun yang berarti adil dan seimbang atau secara material indrawi.

Umat Islam adalah ummatan wasathan  dalam tashawur pandangan, pemikiran, persepsi dan keyakinan. Umat Islam bukanlah umat yang semata-mata bergelut dan terhanyut dengan ruhiah dan juga bukan umat yang semata-mata berhaluan materi. Tetapi, umat Islam adalah umat yang keseluruhan nalurinya sinergi dan seimbang dengan kebutuhan jasmani.

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam peraturan dan keserasian hidup. Mereka tidak hanya bergelut dalam hidupnya dengan perasaan dan hati nurani. Dan, juga tidak terpaku dengan adab dan aturan. Akan tetapi, umat Islam mengangkat nurani manusia dengan aturan dari Allah, serta arahan dan ajaran yang menjamin sistem masyarakat yang universal.

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam ikatan dan hubungan. Islam tidak membiarkan manusia melepaskan individualnya dan meleburnya ke dalam diri kelompok atau negara. Sebagaimana Islam juga tidak membiarkan manusia tenggelam dalam egoisme dan individualisme tanpa ada kepedulian sosial. Akan tetapi, Islam memberikan motivasi untuk mengembangkan potensinya secara positif. Sehingga, akan tumbuh suatu keterkaitan yang sinergik antara individu dan masyarakat atau negara. Dan, akan tercipta rasa senang bagi setiap individu dalam melayani masyarakat. Begitu pula sebaliknya.

UMAT ISLAM ADALAH UMAT YANG SENANTIASA MENYERU KEPADA KEBAIKAN.

Allah SWT berfirman;

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. ‘Ali-Imran (3): 104)

Dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas mulia yang manfaatnya meliputi dimensi internal (orang yang berdakwah) dan dimensi eksternal (orang atau masyarakat yang menerima dakwah). Dengan dakwah seorang da’i bisa terlepas dari tanggung jawab pada Tuhannya. Dengan berdakwah pula, masyarakat diharapkan bisa bertaqwa kepada Allah. Jika demikian, maka dakwab adalah kebaikan individu dan kebajikan kolektif.

Allah SWT berfirman:

“Dan (ingatlah) ketiak suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan kepada Tuhanmu dan supaya mereka bertakwa.’” (QS. al-A’raf [7]: 164)

Jika sebuah masyarakat melupakan, bahkan tidak peduli terhadap peringatan dan pesan-pesan dakwah Islamiyah atau lebih percaya kepada komentar para pakar ata para pengamat yang tidak bersumber dari informasi wahyu, maka masyarakat atau negara akan tertimpa azab Allah dan krisis multidimensi yang berkepanjangan bahkan sifat kebinatangan bisa lebih dominan daripada sifat manusiawi.

Allah SWT berfirman;

“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan yang jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. al-A’raf [7]: 165-166)

Kejadian tersebut telah menimpa umat terdahulu. Itu bukan berarti, manusia sekarang tidak akan tertimpa azab sebagaimana pendahulunya. Akan tetapi, ketika umat ini berbuat kejahatan sebagaimana umat terdahulu, sunatullah akan senantiasa berlaku sepanjang masa.

Allah SWT berfirman;

“(Balasan dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan kosong ahli kitab. Baransiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat perlindungan dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah.” (QS. an-Nissa [4]: 123)

Share this:

Posting Komentar

 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates