TERBARU

Selasa, 06 September 2016

Rahasia Kemenangan Pasukan Thalut

RAHASIA KEMENANGAN PASUKAN THALUT

Allah SWT berfirman:

“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Barangsiapa tidak meminumnya, kecuali hanya seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku,’ kemudia mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka, maka tatkala Thalut dan orang-orang beriman yang bersamanya itu telah menyeberangi sungai, orang-orang yang telah minum berkata, ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.’ Sedangkan orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata ‘Berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 249)

Pada ayat ini, Thalut yang menjadi pemimpin Bani Israil memberikan ujian kepada mereka. Setelah diuji, barulah diketahui bahwa Bani Israil adalah bangsa yang lemah yang sering tidak lulus uji. Sebagaimana juga ketika mereka diperintahkan masuk ke Baitul Maqdis oleh Nabi Musa AS, mereka menolak. Karena, di sana ada orang –orang yang mereka takuti. Mereka menolak masuk ke Baitul Maqdis dengan alasan di dalamnya ada Jabbariin (Penguasa yang zalim). Karena biasa terjajah dan terzalimi, Bani Israil menjadi manusia lemah, tak mempunyai inisiatif dan semangat. Hal tersebut menjadi pelajaran berharga. Bahwa, kondisi seperti itu bisa saja terjadi pada kita, umat Islam saat ini. Jika kita perhatikan, tidak sedikit umat yang tak bisa berbuat apa-apa padahal mereka dizalimi. 

Ketika Thalut menguji Bani Israel dengan sebuah ujian berupa sungai, itu dilakukan untuk mengetahui karakter mereka, agar kesalahan yang pernah mereka perbuat tidak terulang. Dan, seorang pemimpin jangan sampai ditinggalkan oleh pasukannya. Dengan ujian tersebut, bisa diketahui mana pasukan yang loyal dan mana yang tidak. Selain itu, ujian tersebut untuk memberikan kesiapan moral dalam jihad Fi Sabilillah.

Pelajaran lain yang bisa kita ambil adalah, seorang qa’id (pemimpin) tidak akan memberikan tugas kepada jundi (prajurit)-nya sebelum dilakukan ujian terlebih dahulu. Bentuk ujiannya pun jelas. Sehingga para jundi akan senantiasa mempersiapkan dirinya dengan kesiapan menghadapi berbagai ujian.

Dalam amal Islam, dalam perjalanan dakwah, harus jelas diketahui siapa yang loyal terhadap Islam dan siapa yang hanya ikut-ikutan saja. Sekarang ini, banyak pemimpin yang terkena penyakit kaget, karena mereka tidak menjalankan mekanisme ujian dengan baik. Ada pemimpin yang mengira bahwa umatnya banyak, ternyata hanya kosong seperti balon.

Pelajaran lain dari kisah Thalut adalah adanya keseimbangan antara keinginan membentuk umat yang ideal dengan kenyataan umat yang ada. Hal ini telrihat dari diperbolehkannya pasukan untuk meminum air sungai dengan secidukan tangan. Jadi, di antara keistimewaan Islam adalah adanya sinkronisasi antara idealita dan realita. Antara standarisasi karakteristis ideal seorang prajurit dengan realitas rasa dahaga di tengah padang pasir. Dan inilah di antara sebab yang menjadikan pasukan Thalut memenangkan pertempuran atas izin Allah.

Ketika kita melakukan pendidikan kepada keluarga dan masyarakat dalam aktivitas dakwah, harus diperhatikan sinkronisasi antara idealita dan realita. Allah SWT menginginkan agar kita menjadi hamba-Nya yang idela dengan selalu tepat waktu dalam shalat berjama’ah, senantiasa qiyamul lail, puasa sunnah, melaksanakan jihad dan lainnya. Namun di sisi lain Allah juga mengajarai manusia untuk bersikap realistis. Bagaimanapun, kita harus menyadari bahwa manusia bukanlah malaikat. Ketika beberapa sahabat berlomba-lomga untk menjadi yang terbaik dengan cara tidak mau menikah, tidak mau tidur dan ingin berpuasa sepanjang tahun, Rasulullah SAW melarangnya. Ini dilakukan Rasul dalam rangka mendudukan mereka agar berada di antara kondisi ideal dengan realita.

Ujian yang dilakukan Thalut juga punya makna lain. Bahwa, tidak semua pendukung perjuangan dakwah itu setia. Hal itu pernah dialami juga oleh Rasulullah. Di masa Rasul, tidak semua anggota pasukan itu tergolong loyal. Ada di antara mereka orang-orang munafik. Saat  perjalanan perang Uhud, orang-orang munafik membatalkan keikutsertaannya dan kembali ke Madinah. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi pasukan Islam yang lain yang memang keimanannya masih lemah.

Jika di masa Rasul saja terdapat pendukung-pendukung semu, terlebih di masa kita saat ini. Di mana, orang-orang yang memahami al-Qur’an sangat sedikit. Sehingga, wajar jiak ada beberapa pendukung dakwah yang akhirnya berjatuhan di jalan perjuangan dakwah. Walaupun kita berusaha untuk menanggulanginya.

Ketika Thalut mensyaratkan pasukannya dengan meminum air sungai secidukan tangan, ternyata banyak di antara mereka yang minum sepuas-puasnya hingga kekenyangan. Dan yang menuruti perintah Thalut hanya sedikit.

Share this:

Posting Komentar

 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates