TERBARU

Selasa, 06 September 2016

Manusia Khalifah Allah di Muka Bumi

MANUSIA KHALIFAH ALLAH DI MUKA BUMI

Menurut al-Qur’an, manusia menempati posisi istimewa di alam jagat raya ini. Manusia menjadi wakil Tuhan di muka bumi, sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Baqarah: 30

Allah SWT berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’”

Kata khalifa diambil dari kata kerja khalafa yang berarti “mengganti atau melanjutkan”. Dalam hal ini yang dimaksud dengan khalifah adalah person yang menggantikan person lainnya.

Kata khalifah secara sederhana  menunjuk kepada sekelompok masyarakat yang menggantikan masyarakat lainnya. Diantara dalil yang menunjukkan hal ini, misal dalam QS. An-Naml: 62, Allah SWT berfirman:

“Dia menjadikan engkau pewaris-pewaris di muka bumi.” 

Dalam ayat lainnya, QS. al-A’raf: 128-129, Nabi Musa AS memperingatkan kaumnya agar bersbar hati, karena bumi ini kepunyaan Allah dan boleh jadi Dia dapat menghancurkan musuh-musuh-Nya serta menciptakan kembali pewaris di muka bumi. 

Dalam pandangan yang lain juga dinyatakan bahwa kata khalifah tidak secara sederhana menggantikan yang lain, yang secara nyata memang benar-benar khalifah Allah. Allah pertama kali menjadikan khalifah yang berjalan dan beringkah laku mengikuti ajaran Allah.

Fungsi khalifah semakin memainkan peranan penting dalam penafsirannya. Hal ini dikuatkan oleh bukti dari Allah yang telah memberitahukan pengangkatan khalifah agar para malaikat berkmpul atas perintah Allah untuk sujud menundukkan dirinya sebagai syarat hormat kepada khalifah.

Dalam QS. al-Baqarah: 34, Allah SWT berfirman:

“Dan ingatlah taktala Kami berfirman kepada malaikat, ‘Sujudlah kalian kepada Adam’, maka mereka semua sujud kecuali Iblis.”

Perintah sujudnya malaikat kepada Adam ini diulang dalam al-Qur’an hingga enam kali, dalam QS. al-Kahfi, Thaha, al-Isra, al-Hijr dan Shad. Iblis yang menolak sujud telah dikutuk dan dikeluarkan dari surga. Sikap tidak mau sujud ini merupakan pelanggaran kepada perintah Allah, karena pada awalnya pengertian sujud ini diartikan sebagai ibadah kepada Allah. Dengan demikian, khalifah mempunyai peranan penting dan lebih dari makna person kelompok pribadi-pribadi yang menggantikan kelompok lain.

Untuk bukti yang lebih terpercaya dalam mendukung pandangan di atas berasal dari ayat-ayat lain yang dikaitkan dengan persoalan di atas berasal dari ayat-ayat lain yang dikaitkan dengan persoalan kekhalifahan ini. Kata khalifah diletakkan dalam bentuk mufrad (singular) ada di dalam al-Qur’an dua ayat, yaitu al-Baqarah: 30 dan Shad: 26. Bentuk jamaknya adalah “Khal’if” terdapat empat ayat, yakni al-An’am: 165, at-Taubah: 14 & 73, kemudia al-Fathir: 39. Sedangkan bentuk jamak lainnya dengan kata “khulafa’” ada tiga ayat, yakni al-A’raf: 69 dan 74 & an-Naml:62.

Dalam QS. Shad: 26, Allah SWT memerintahkah agar khalifah  berlaku adil dan tidak merugikan. Peringatan ini diberikan kepada Daud AS yang memberi indikasi penggunaan kewenangan.

Ternyata tanggung jawab yang dimainkan oleh khalifah ini tidak sederhana, terutaman ayat-ayat yang mempergunakan bentuk jamaknya. Dalam QS. al-A’raf: 74, khulafa’ dilukiskan sebagai masyarakat atau segolongan manusia yang berinteraksi dengan lingkungan fisiknya. Mereka membangun tempat tinggal, membangun instansi persinggahan mewah di bukit-bukit serta dataran rendah. QS. al-An’am: 165 menekankan bahwa khalaif diberi status dalam orde ini untuk menguji mereka, sementara ayat lain dari QS. Fathir: 39, membebankan tanggung jawabnya atas perbuatan tidak adil mereka. Makna sama terdapat dalam QS. Yunus 14.

Berdasarkan bukti-bukti Qur’ani di atas dinyatakan, bahwa uamt manusia ditetapkan sebagai khalaif atau khulafa di bawah kondisi-kondisi tertentu. Pemegang jabatan khalifah ini praktis fungsi-fungsinya bukan untuk melepaskan dirinya dari pengawasan Allah.

Share this:

2 komentar :

 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates