TERBARU

Minggu, 04 September 2016

Apa Kata Ulama tentang Filsafat

APA KATA ULAMA TENTANG FILSAFAT

Asal Muasal Kata Filsafat

Kata filsafat bukan asli dari bahasa Arab tetapi berasal dari Yunani, negeri 'para dewa' yang disembah oleh manusia. Terbentuk dari dua susunan, filo yang bermakna cinta dan penggalan kedua sofia yang bermakna hikmah. Pengertian yang terbentuk dari paduan dua kata itu memang cukup menarik. Sebagian mendefinisikan filsafat ini sebagai upaya pencarian tabiat (karakter) segala sesuatu dan hakekatmaujûdât (hal-hal yang ada di dunia ini). Filsafat fokus pada pengerahan usaha dalam mengenali sesuatu dengan pengenalan yang murni. Apapun obyeknya, baik perkara ilmiah, agama, ilmu hitung atau lainnya (Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR. Thâhir Mahmûd Muhammad Ya’qûb 1/260,). 

Dengan demikian Filsafat atau ilmu kalam ini jika dilihat dari asal katanya filo & sofiaadalah berasal negeri Yunani. Hal ini juga di tegaskan dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 9/186 dan Siyar A’ lam Nubala’ 11/236 oleh Adz-Dzhabi yang dinukil http://alummah.or.id/fiqh-dan-muamalah/info-islami-72 bahwa filsafat bukan dan ajaran Islam tetapi dari agama Yunani. Padahal negeri Yunani adalah negeri kaum yang menyembah para dewa yang tidak beriman kepada Allâh Ta’ala. Oleh karena itu, tidak benar istilah “Filsafat Islam” yang biasa kita dengar dan kita baca.

Tersebarnya Filsafat di Kalangan Islam

Filsafat / Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu berasal dari luar Islam. Kemudian masuk tersebar ke kalangan kaum muslimin dengan perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Al-Ma’mun dari Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur waktu itu. Sehingga dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam dipegang sebagai madzhab negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun sampai Al-Watsiq, bahkan orang-orang dipaksa dengan hal itu. Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara atau dihukum dengan hukuman lainnya. Melalui ilmu filsafat inilah, intervensi pemikiran asing masuk dalam Islam. Tidaklah muncul ideologi filsafat dan pemikiran yang serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan menerjemahkan ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani pada masa pemerintahan Kholifah Al-Ma’mun. Doktor 'Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis disertasi berjudul Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' menyatakan, dari sini menjadi jelas bahwa filsafat merupakan pemikiran asing yang bersumber dari luar Islam dan kaum Muslimin, sebab sumbernya berasal dari Yunani. Maka Kecurigaan terhadap output filsafat mesti dikedepankan.

Komentar Para Ulama tentang Filsafat

1. Al-Imam As-Syaafi’I rahimahullah, beliau menyatakan: “Sungguh seandainya salah seorang itu ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa syirik, lebih baik baginya daripada ia mempelajari ilmu kalam.” (HR. Abu Nu'aim Al-Asfahaani dalam Hilyatul Awliyaa' 9/111). 

Beliau juga menyatakan, ‘Seandainya manusia itu mengerti bahaya yang ada pada Ilmu Kalam dan hawa nafsu, niscaya ia akan lari daripadanya seperti lari dari singa.”. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: 

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ،  ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Celakalah orang-orang yang berdalam-dalam.” (tiga kali).

2. Imam Al-Khoththobi salah seorang ulama madzhab syafii- menerangkan hadits ini:

المتنطع المتعمق في الشيء المتكلف للبحث عنه على مذاهب أهل الكلام الداخلين فيما لا يعنيهم الخائضين فيما لا تبلغه عقولهم

“Al-Mutanaththu’ adalah orang yang berdalam-dalam dalam sesuatu, membebani diri untuk membahasnya menurut madzhab ahli kalam yang masuk kepada perkara yang tidak penting bagi mereka, membicarakan perkara yang tidak dicapai akal mereka.” [Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud]. 

Asalnya tanaththu’ adalah berdalam-dalam dalam pembicaraan untuk menampakkan kefasihan. Ini asal makna tanaththu’ secara etimologi. Dan tanaththu’ itu ada beberapa macam: dalam pembicaraan, dalam istidlal, dan dalam ibadah.

3. Adz-Dzahabi rahimahullah :

قل من أمعن النظر في علم الكلام إلا وأداه اجتهاده إلى القول بما يخالف محض السنة، ولهذا ذم علماء السلف النظر في علم الاوائل، فإن علم الكلام مولد من علم الحكماء الدهرية، فمن رام الجمع بين علم الانبياء عليهم السلام وبين علم الفلاسفة بذكائه لابد وأن يخالف هؤلاء وهؤلاء

"Hampir tidak ada orang-orang yang memperdalam ilmu filsafat kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada pendapat yang menyelisihi kemurnian sunnah. Karenanya para ulama salaf mencela mempelajari ilmu orang-orang kuno (seperti orang-orang Yunani-pen) karena ilmu filsafat lahir dari para filosof  yang berpemikiran dahriyah (atheis).Barang siapa yang dengan kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan antara ilmu para Nabi dengan ilmu para filosof, maka pasti ia akan menyelishi para Nabi dan juga menyelisihi para filosof" (Mizaanul I'tidaal 3/144). 

4. Ibnu Abdil Barr berkata:

أجمع أهل الفقه والآثار من جميع الأمصار أن أهل الكلام أهل بدع وزيغ، ولا يعدون عند الجميع في جميع الأمصار في طبقات العلماء، وإنما العلماء أهل الأثر والتفقه فيه

"Telah ijmak para ahli fikih dan hadits dari seluruh negeri bahwasanya ahlul kalam adalah ahlu bid'ah dan ahlu kesesatan, dan mereka seluruhnya tidak dianggap dalam jejeran para ulama. Para ulama hanyalah para ahli hadits dan fikih" (Jaami' Bayaan al-'Ilmi wa Fadlihi 2/195).

5. Ibnu Rajabrahimahullah mengatakan, “Jarang sekali orang mempelajarinya (ilmu kalam dan filsafat) kecuali akan terkena bahaya dari mereka (kaum filosof)”. (Fadh ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hlm. 105). Karena itu, tidak heran bila Ibnu Shalâh rahimahullah memvonis ilmu filsafat sebagai biang ketololan, rusaknya akidah, kesesatan, sumber kebingungan, kesesatan dan membangkitkan penyimpangan dan zandaqah /kekufuran (Fatâwa wa Rasâil Ibni ash Shalâh 1/209-212. Nukilan dari Asbâbul Khatha` fit Tafsîr 1/266).

6. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:

لاَ يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلاَمٍ أَبَدًا عُلَمَاءُ الْكَلاَمِ زَنَادِقَةُ

"Pemilik ilmu filsafat tidak akan beruntung selamanya. Para ulama filsafat adalah para zindiq" (Talbiis Ibliis 1 / 75 ).

7. Abu Hamid Al-Ghozali rahimahullah termasuk dari orang-orang yang mapan menguasai ilmu kalam. Namunbersamaan dengan itu dia mencela ilmu kalam, bahkan sangat keras celaannya. Dia menjelaskan bahaya ilmu kalam, dia mengatakan dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddinhal 91-92: 

“Adapun bahaya ilmu kalam manthiq, yaitu akan memberikan kerancuan dan menggoyangkan aqidah, dan menghilangkan penetapan aqidah. Itulah diantara bahaya pada permulaannya. Dan kembalinya dengan dalil diragukan. Dalam hal ini orang berbeda-beda. Ini bahayanya dalam keyakinan yang benar. Dan ilmu kalam mantiq punya bahaya yang lain dalam mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan mengokohkan keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana faktor-faktor pendorongnya akan bangkit dan bertambah kuat semangat mereka di atas ilmu kalam. Namun bahaya ini dengan perantaraan fanatik yang muncul dari jidal (debat).”Sampai dia (Al-Ghozaliy) mengatakan:  “Adapun manfaat ilmu kalam, disangka bahwa faedahnya adalah menyingkap dan mengetahui hakekat sebenar-benarnya. Jauh, jauh sekali persangkaan itu. Dalam ilmu kalam tidak ada yang memenuhi tujuan yang mulia ini. Bahkan pengacauan dan penyesatan dalam ilmu kalam itu lebih banyak daripada penyingkapan dan pengenalan hakekat. Ini jika engkau mendengarnya dari seorang muhaddits atau hasyawi. Kadang terbetik di benakmu bahwa manusia adalah musuh selama mereka tidak mengetahui. Dengarkan ini dari orang yang telah mendalami ilmu kalam, kemudian membencinya setelah mengetahui dengan sebenarnya dan sampai dengan susah payah kepada puncak derajat ahli kalam, lalu melewati hal itu menuju ilmu-ilmu yang lain yang sesuai dengan jenis ilmu kalam, kemudian yakin bahwa jalan menuju hakekat ma’rifat (pengenalan) dari sisi ini tertutup.Sungguh, ilmu kalam itu tidak memberi manfaat kepadamu untuk menyingkap, mengenalkan dan memperjelas sebagian perkara. Namun kadang-kadang dalam perkara yang jelas, hampir engkau paham sebelum engkau mendalami ilmu kalam.”

Share this:

Posting Komentar

 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates